PERGESERAN ORIENTASI PENDIDIKAN
DAN MAJU-MUNDUR MOBILITAS SOSIAL
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer memberikan arti bahwa pendidikan adalah “proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laku dengan cara pengajaran, penyuluhan dan latihan.” Pada hakikatnya pendidikan merupakan tali dan sarana yang untuk mengantarkan seseorang pada kesadaran sosial yang lebih tinggi dibanding dengan sebelum ia mengecap pendidikan.
Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit orientasi pendidikan mengalami pergeseran yang tajam, pendidikan berubah tujuan dan tidak mengindahkan hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan diberikan bukan lagi berbasis pada kebutuhan masyarakat. Akan tetapi lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar. Sehingga setelah selesai mengecap pendidikan peserta didik bukan peka terhadap realitas sosial malah hilang dari realitas sosial.
Pendidikan yang mempunyai peran sebagai motor penggerak mobilitas sosial, perlu memperhatikan dan meluruskan kembali orientasinya. Karena, pendidikan sebagai pembentuk intelektual peserta didiknya merupakan faktor yang sangat penting dalam perubahan yang terjadi di masyarakat.
Bahkan boleh dikatakan, maju dan mundur mobilitas sosial dalam masyarakat tergantung pada pendidikan apa yang diterima oleh peserta didiknya. Sebagai contoh, apabila pendidikan mengajarkan tentang kekerasan, maka tak salah apabila pesetrta didik terbentuk menjadi pribadi yang keras. Sebaliknya, apabila pendidikan mengajarkan bahwa insan yang berpendidikan adalah insan yang peka terhadap realitas sosial, maka peserta didik akan mempersiapkan diri untuk menata pribadi mereka.
Realita saat ini pendidikan mempunyai banyak fungsi untuk memenuhi berbagai keperluan. Walaupun telah sedikit bergeser dari hakikat awal dari tujuan pendidikan tersebut namun pelaku pendidikan pun secara tidak langsung ikut terbawa terhadap pergeseran tersebut karena tuntutan konsumen.
Pendidikan tak lagi mengindahkan kepekaat terhadap apa yang ada di sekitar. Tetapi lebih mementingkan kebutuhan pasar yang menuntut sebuah kesempurnaan sebuah out-put dari pendidikan tersebut agar bisa bersaing di dunia kerja dan bisnis yang bersaing ketat di dunia sana. Pada akhirnya, apapun dilakukan untuk meraih tujuan tersebut. Nilai dan ijazah dapat dibeli dengan serogoh uang agar mendapatkan pangkat yang tinggi di sebuah perusahaan. Gelar S1 mungkin saja di dapatkan hanya dengan beberapa bulan, lagi-lagi dengan uang.
Para pelaku tak memandang kualitas apa yang dapat mereka sumbangkan dengan ijazah dan gelar palsu yang mereka pamerkan. Namun itulah usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar yang lama-lama menghimpit dan sedikit demi sedikit menggeser peran sebuah kejujuran. Tanpa disadari hal ini pun berpengaruh terhadap penataan pribadi masyarakat yang akhirnya mulai tak peduli terhadap sesama demi tercapainya tujuan pribadi.
Tak sedikit pula kebutuhan pasar ini memberi nilai positif terhadap pendidikan dan mobilitas sosial. Dengan adanya tuntutan pasar yang semakin bersaing di tengah-tengah masyarakat mau tidak mau pendidikan akan menata kembali sistem dan prose pendidikan yang ditawarkan. Instansi-instansi akan berlomba-lomba untuk membuat sebuah lembaga pendidikan yang mahal tapi bermutu untuk menawarkan sebuah kualitas out-put yang diperlukan pasar.
Di indonesia, masih banyak masyarakat yang tidak memandang pentingg sebuah pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah budaya yang telah ditinggalkan oleh penjajah dan telah mengakar dalam watak kebanyakan masyarakt Indonesia khususnya yang masih berada di pedesaan, bahwa pendidikan tidak memberikan perubahan apa-apa terhadap kehidupan mereka yang terlahir dari keluarga petani, nelayan dan sebagainya.
Mereka memandang bahwa kesejahteraan dapat mereka peroleh dengan uang, bukan dengan pendidikan. Sehingga mereka berlomba-lomba mendidik anak-cucu mereka menjadi pribadi yang giat bekerja meneruskan lahan kerja mereka untuk mendapatkan banyak uang dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan.
Pandangan negatif masyarakat terhadap pelaku pendidikan yang berperilaku menyimpang juga menjadi salah satu penyebab lainnya sehingga pendidikan dipandang sebelah mata, seperti para koruptur yang membeludak di Indonesia, membuat masyarakat beranggapan bahwa pendidikan telah memberi sebuah sumbangsih yang tak didinginkan oleh masyarakat. Kepiawaian orang-orang berpendidikan hanya digunakan untuk membodohi rakyat dan memenuhi kepentingan pribadi. Tak salah kalau keadaan dan realita seperti itulah yang memaksa masyarakat berpandangan negatif pula terhadap pendidikan.
Setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk berubah dan menjadi pelaku maju dan mundurnya mobilitas sosial. Karena pendidikan pun tak lepas dari ruang lingkup setiap individu tersebut. Keinginan yang kuat untuk merubah dan meluruskan kembali hakekat pendidikan juga berperan penting, karena tanpa keinginan dari pelaku maka pendidikan pun tak dapat berbuat apa-apa dan hanya mengikuti arus yang tak selamanya mengalir pada arus yang benar. Persimpangan dan rintangan mungkin saja hadir di tengah-tengah aliran itu.
Kesadaran masyarakat harus pula dibangun sejak awal, agar mempermudah laju gerak perubahan dalam diri pribadi dan memicu pada kesadaran dan kepekaan terhadap sosial. Oleh karena itu lah sekali lagi pendidikan lah yang memainkan peran dalam penyadaran masyarakat tersebut. Karena perubahan dan pergerakan sosial yang benar hanya dapat dilakukan oleh masyarakat yang berpendidikan benar pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar